Kamis, 20 November 2008

HIKMAH DI BALIK UJIAN ALLAH

HIKMAH DI BALIK UJIAN ALLAH

Ujian sebenarnya adalah guru yang tidak bercakap, tetapi ia sebenarnya sangat mengajar dan mendidik. Ujian terkecil (apalagi besar) yang kita alami dalam hidup, semuanya adalah takdir Allah yang mempunyai maksud yang sangat penting. Orang yang dapat mengetahui maksud itulah yang mendapat pengajaran dan pendidikan dari setiap takdir Allah. Di antara maksud Allah itu ialah :

1. Untuk melatih kita mendapatkan sifat-sifat yang baik seperti sabar, redha, mengenang budi, tawakal, memikirkan nasib orang lain, mengaku diri sebagai hamba yang lemah ( yang tidak kuasa menolak takdir buruk yang datang ), berbaik sangka, mendekatkan diri dengan Allah, ingat akhirat, harap pada Allah, merasai tipu daya dan sementaranya dunia dan lain-lain lagi. Perasaan ini sama pentingnya dalam usaha membangunkan peribadi taqwa. Dan untuk mendapatkannya, nafsu perlu dilatih dan disakitkan sebab ia asalnya liar, sangat ingin kepada keburukan dunia dan lupa akhirat. Maka kita hendaklah mendidik, membersihkan dan mengubatinya sungguh-sungguh supaya meningkatlah nafsu kita kepada nafsu mutmainnah sekurang-kurangnya. Untuk itu ujian-ujian kesusahan, penderitaan, penghianatan, ketakutan, kesakitan, kehilangan pengaruh atau pengikut, dll adalah perlu. Ujian-ujian ini sengaja didatangkan agar terasalah kita ini hamba lemah yang tiada berkuasa untuk menolak ketentuan Tuhan. Ini penting demi untuk menanamkan rasa kehambaan ke dalam hati, sekaligus membuang rasa tuan, rasa Tuhan, rasa besar diri dan takabur yang merajai hati kita selama ini.
Seterusnya bila kita ditimpa penderitaan hidup maka kita pun berkata pada diri kita, “Sabarlah! Redhalah!” Allah tidak buat ini semua dengan sia-sia. Allah sangat kasih dan sayang pada hamba-Nya. Ujian ini berarti Allah sayang karena Dia hendak mendidik kita menjadi orang yang sabar, redha dengan takdirNya. Seterusnya bila ditimpa ujian yang membuat kita rasa terhina dan tidak berguna, maka insaflah bahwa kita asalnya hina dan jahil. Kalau begitu mana boleh kita menghinda-hina orang dan memandang rendah pada orang lain. Diri kita pun kalau Allah tidak pelihara niscaya terhina dan tidak berguna sama sekali.
Begitu juga bila kita diuji dengan ketakutan maka ujian itu mengajar kita supaya menyerahkan diri sepenuhnya pada Allah dengan penuh tawakal. Nasib kita dalam tangan Allah, bukan dalam tangan siapa-siapa selainnya. Jangan takut! Lakukan setiap sesuatu untuk Allah. Kemudian bertawakallah. Kemudian bila diuji dengan kesakitan, sebenarnya Allah mau memberitahu kita bahwa begitulah susahnya orang yang dalam kesakitan. Kalau begitu perlulah kita bertimbang rasa, mengunjungi dan membantu si sakit dan lain-lain.
Seterusnya bila datang ujian nikmat Allah yakni Allah tarik satu dari nikmat hidup, misalnya patah kaki, maka teringatlah kita begitulah besar karunia Allah. Berharga sekali. Baru patah kaki sudah tidak dapat berjalan. Maka teringatlah ribuan malah jutaan nikmat yang masih Allah kurniakan setiap detik. Oleh itu redhalah dengan Allah karena kaki kita telah ditakdirkan patah, karena nikmat-nikmat yang lain masih banyak untuk disyukuri.
Begitulah bila kita dikalahkan musuh atau dijatuhkan dari jabatan, maka itu ialah karena Allah mau kita ingat padaNya. Agar dengan itu kita datang kepada Allah dengan cinta dan rindu. Janganlah rindu pada kemenangan, ketinggian dan jabatan? Tapi rindulah pada Allah, yang empunya itu semua. Apa diidamkan dunia? Bukankah akhirat lebih kekal dan lebih baik? Atau mungkin Allah mau mengingatkan, yang mana kita belum siap untuk jadi penguasa sehingga bila berkuasa akan berlaku zalim dan sombong.
Begitulah maksud Allah dengan ujian-ujian itu. Betul-betul untuk memanggil hambaNya kepadaNya dan kepada hati yang suci serta akhlak yang mulia lagi agung. Sebab itu marilah kita terima ujian dengan sebaik-baiknya, jangan keluh-kesah dan hilang pertimbangan serta buruk sangka dengan Allah atau dengan sesama manusia.

2. Dalam pengalaman hidup kita, selalu kita melukakan hati orang, ayah ibu, sahabat handai dan lebih-lebih lagi kita selalu derhaka kepada Allah. Kita sering melakukan perkara yang Allah larang dan Allah tidak suka. Maka jadilah kita orang yang senantiasa berdosa. Dosa mesti dihukum, kalau tidak di dunia, di Akhirat (kecuali kita bertaubat betul, hingga Allah ampunkan dosa kita itu).
Bagi orang yang Allah suka, dosa itu dihukum di dunia tidak di Akhirat. Yakni dengan mendatangkan kesusahan, kemiskinan, kesakitan, penderitaan, penghinaan, dll. Sekiranya kita redha, sabar dengan ujian itu dengan berkata, “Inilah hukuman Allah pada dosa-dosaku.” (Dengan mengingatkan apa dosa yang dimaksud itu). Maka bersihlah kita dari dosa itu. Tapi kalau kita tidak bisa sabar, menerima kesusahan dengan merungut-rungut, mengadu-ngadu, mengeluh, memberontak, dll yang dilarang Allah, maka ujian itu menambah dosa dan kutukan Allah.
Jadi hendaklah kita awas terhadap ujian. Terima dan hadapilah dengan redha dan katakan pada Allah, “Wahai Tuhan, saya terimalah takdir ini dengan mengharap bersihlah diri dari dosa-dosaku.” Sebabnya ujian mempunyai dua maksud, yakni melatih diri di samping penghapusan dosa-dosa.

3. Perlu diketahui bahwa ujian-ujian yang ditimpakan pada para nabi dan rasul, wali-wali besar serta kekasih-kekasih Allah itu bukan untuk penghapusan dosa. Ini karena mereka tidak berdosa (para nabi dan rasul) atau kurang berdosa (para wali-wali yang utama). Kalau berdosa pun adalah karena amalan yang menyalahi utama (khilaful aula) yang tidak layak untuk dihukum begitu. Pada mereka ujian bermaksud meninggikan derajat dan pangkat kedudukan mereka di sisi Allah SWT. Sebab itu ujian mereka berat-berat dan dahsyat. Yang mana kalau ujian itu ditimpakan kepada kita niscaya tidak tertanggung. Ini disebabkan iman, taqwa, sabar, redha dan tawakal kita tidak cukup untuk menahan beratnya ujian itu. Akan tetapi pada para kekasih Allah, taqwa mereka yang begitu tinggi membolehkan mereka meredhai ujian itu. Sebab itu Rasulullah SAW bersabda :
“Ujian yang berat itu ditimpakan pada nabi-nabi. Kemudian pada wali-wali Allah, kemudian pada orang-orang soleh, kemudian mengikutkan iman masing-masing” (Riwayat Bukhari, Ahmad dan Tarmizi)
Derajat yang dimaksud untuk para nabi itulah derajat di Akhirat, yakni mereka akan jadi orang besar dan orang penting dalam Syurga di Akhirat. Syurga pula bukan syurga biasa tapi syurga yang khusus untuk mereka, sesuai dengan penghambaan diri yang dilakukan untuk Allah serta sumbangan besar yang mereka berikan pada manusia semasa di dunia. Hamba-hamba Allah yang selainnya, banyak juga masuk syurga, yakni syurga yang sesuai dengan taraf taqwa masing-masing.

4. Ujian kesusahan yang menimpa kita akan membuat kita berfikir dan bertindak untuk menyelesaikannya. Artinya ujian menghidupkan akal, meneguhkan jiwa, menggerakkah fisik untuk berhadapan dengan musuh lahir dan batin atau dengan siapa saja yang menjadi sebab ujian itu menimpa. Dari situ akan bertambah pengalaman, kefahaman dan pengajaran tentang hidup di dunia. Di samping itu mungkin terjadi perubahan-perubahan pembangunan yang akan memberi kekuatan pada masyarakat atau jemaah Islam. Sekaligus ia merupakan benteng dan tembok dari angkara musuh.

5. Dalam satu jemaah, ujian memisahkan orang-orang yang tidak tahan uji, tidak sabar, tidak ikhlas, yang berpura-pura, tidak bersungguh-sungguh dengan Allah dan yang busuk hati daripada kumpulan orang yang tahan uji, yang sabar, yang ikhlas, yang serius dan yang baik hatinya. Sebab itu Allah berfirman : “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk Syurga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antara kamu dan belum nyata orang-orang yang sabar ( Al Imran : 142 )
Dalam jemaah Islam, orang-orang yang tidak ikhlas atau yang lemah jiwa lebih-lebih lagi yang berpura-pura tidak patut ada sebab mereka ini tidak memberi apa-apa sumbangan pada perjuangan Islam bahkan mungkin berbahaya. Lihat firman Allah : “Kalau mereka itu keluar berjuang bersama kamu, tidak menambah apa-apa melainkan kekecewaan ( At Taubah : 47 )
Sebab adanya orang-orang yang tidak ikhlas itu membuat pertolongan Allah tidak segera datang. Bahkan mereka membantutkan pembangunan dan menjadi duri dalam daging. Karena itu mereka perlu dikeluarkan melalui ujian-ujian yang Allah datangkan. Bila Allah datangkan ujian, dengan sendirinya orang-orang yang tidak ikhlas akan lari.

6. Allah itu Maha Pemurah. Orang yang derhaka pun diberi-Nya rezeki, inikan pula orang yang sabar terhadap ujian semata-mata karena Allah. Tentu Allah memberi sesuatu yang tidak ternilai harganya, yakni Syurga. Firman-Nya : “Sesungguhnya diberi ganjaran orang sabar dengan pahala tanpa hisab”. (Az Zumar : 10 )
Jadi untuk memberi peluang pada hamba-hamba-Nya mendapat pahala sabar, maka Allah takdirkan ujian-ujian pada kita. Siapa yang sabar dan redha dengan ketentuan Allah, maka Syurgalah hadiahnya. Susah payah atau kepahitan atau penderitaan yang kita tanggung dalam masa yang tidak berapa lama itu, gantinya ialah Syurga yang kekal abadi. Oleh itu terimalah ujian Allah dengan sabar!. Firman Allah : “Sesungguhnya Allah beserta orang yang sabar”. (Al Baqarah : 153)
Ingatlah juga pesanan Rasul : “Sesungguhnya Nereka itu dikelilingi dengan hal-hal yang sesuai dengan nafsu dan Syurga dikelilingi oleh hal-hal yang dibenci oleh nafsu”. ( Riwayat Bukhari – Muslim ). Juga Firman Allah : “Dan sesungguhnya akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa (pengikut) dan buah-buahan (biji-bijian). Dan berilah khabar gembira kepada orang-orang yang sabar. Yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan ‘Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepadanyalah kami akan kembali’. Meraka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk”. (Al Baqarah : 155-157 )
Itulah di antara hikmah yang besar yang diperolehi dari ujian-ujian. Yang semuanya membawa faedah kepada kita sama ada di dunia atau di Akhirat. Oleh itu, bila terjadi sesuatu musibah atau ujian kesusahan, kegagalan, penderitaan, tekanan, dll, tidak bolehlah kita terus melatah, melenting, hilang pertimbangan, susah hati atau kecewa. Maknanya tidaklah boleh kita rasa marah, geram, benci, dendam, sakit hati, dengki dan busuk hati. Jangan kita ikutkan nafsu jahat kita itu. Artinya tidak boleh kita mengamuk, memaki, membalas perbuatan musuh dengan menuduh-nuduh, mencerca, unjuk rasa, memfitnah, menyalahkan musuh, dan lain-lain akhlak buruk lainnya.

SEKIAN

Tidak ada komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...